Dabo, (LINGGA POS) – Orang-orang Portugis yang sombong dan angkuh tersebut tidak terima armada dari negeri Melayu itu melabuhkan kapalnya di samping kapal mereka yang memang lebih besar serta dengan peralatan dan navigasi terbaik pada masa itu. Namun, Hang Tuah tidak meladeni tindakan melecehkan dari para awak kapal asing itu, mengingat pula kapalnya berada di perairan negeri Cina, dia tidak mau nantinya terjadi bentrokan antara kedua belah pihak. Setelah menghadap Raja Cina dan bersilaturahmi dengan para pembesar negeri tersebut dengan saling menyerahkan cindera mata, rombongan Hang Tuah kemudian melanjutkan perjalanannya kembali ke Melaka.
Namun, rupanya di tengah perjalanan mereka diserang kapal-kapal Portugis yang memang sengaja menunggu dan ingin melampiaskan dendam mereka atas kejadian di pelabuhan Cina. Hang Tuah pun melayani kehendak bangsa Portugis, dan memberikan perlawanan. Layar telah dikembangkan, pantang kapal surut ke belakang. Hang Tuah dan perajuritnya berhasil mengalahkan armada Portugis. Bahkan Kapten dan seorang perwira Portugis melarikan diri ke Manila, Filipina. Dan, rombongan muhibah Laksamana Hang Tuah tiba dengan selamat di Melaka.
Suatu hari Raja Melaka beserta permaisuri dan seluruh pemangku kerajaan mengadakan acara wisata bersama ke Temasek (Singapura), tentu saja Hang Tuah ikut serta mengawal dan mengiringi perjalanan Baginda Raja Shah Alam, di mana Tuan Bendahara juga turut serta. Ketika sampai di Selat Singapura, Raja melihat seekor ikan yang sebelumnya tidak pernah dilihat Baginda, ikan bersisik emas dengan bermatakan mutu manikam disekitar kapal. Ketika asyik terpana melihat ke permukaan air, mahkota Raja terjatuh ke laut Selat Singapura. Hal mana Hang Tuah pun sigap bertindak langsung terjun dan menyelam ke dasar laut. Ia berhasik mengambil mahkota itu tetapi sesuatu terjadi juga secara serta merta. Seekor buaya putih besar menyambarnya, sehingga mahkota terlepas dari tangannya, begitu pula keris Tameng Sari. Tiba-tiba saja buaya putih tersebut hilang ke dalam laut meskipun dengan kemampuan yang ada, Hang Tuah tidak dapat mengejar buaya putih yang bersama mahkota Raja serta keris sakti Tameng Sari tidak pula bisa ditemukan. Lenyap begitu saja.
Sejak kejadian itu, apatah lagi Baginda Raja kehilangan mahkota lambang singgasana kerajaan Melaka dan Laksamana Hang Tuah tidak bisa lagi menyelipkan keris Tameng Sari sebagai sahabat perisai diri. Keduannya menjadi murung, makan tak sedap tidur pun tiada lena. Badan dan tubuh menjadi sakit karenanya.
Sementara itu, jauh di benua lain, Gubernur Portugis yang berada di Manila merasa terhina dan marah besar atas laporan kekalahan perwiranya hingga lari dari pertempuran dihajar Laksamana Hang Tuah. Dia pun tak mau malu dan harus menebus kekalahan itu. Mereka menyiapkan armada tempur dengan peralatan persenjataan yang lengkap, ratusan meriam, 18 kapal dan 1.500 tentara yang telah beberapa bulan pula dilatih dengan seksama.
Di Selat Melaka, armada Portugis yang tersisa. Mereka hanya menembak angin tanpa manusia. Seluruh perahu petinggi dan tentara Melaka kembali ke kerajaan. Membiarkan pasukan Portugis membuang peluru dan mesiunya dengan sia-sia. Melihat hal yang demikian, pada akhirnya pasukan Portugis yang tidak seberapa lagi itu, dengan banyak pemimpinnya yang terluka, tak urung menarik sauh armadanya dan bergegas kembali ke Manila. Konon, pertempuran yang terjadi antara kedua belah pihak itu tanpa ada yang menang atau yang kalah. Kerajaan Melaka tetap tegak berdiri hingga beberapa masa. (jk,kemilau melayu)