Jumat (LINGGA POS) :
Dikisahkan Ibnu Sa’ad, suatu hari Ustman bin Madz’un mendatangi isteri Rasulullah dengan keadaan sangat memprihatinkan. Isteri Rasulullah bertanya apa gerangan yang terjadi. Karena jika dilihat dari sisi kehidupan dan penghidupan keluarga Ustman, adalah termasuk orang yang mampu dibanding kaum Quraisy yang lainnya. “Saat ini keadaan itu sudah tidak tersisa lagi. Ketika malam suamiku menghabiskannya dengan shalat malam, sedangkan siangnya ia selalu berpuasa,” kata isteri Ustman.
Tidak lama setelah itu Rasulullah masuk ke rumah. Dan dicereritakanlah oleh isteri Ustman apa yang terjadi dalam keluarganya. Rasulullah kemudian menemui Ustman, lalu bertanya, “Wahai Ustman, tidakkah kamu menjadikan aku sebagai teladanmu ?” “Ada apa Rasullah, sehingga bertanya demikian ?” Ustman balik bertanya. “Apakah kamu selalu berpuasa pada siang hari dan menghabiskan malammu dengan shalat malam ?” Rasulullah kembali bertanya. “Benar ya Rasul, aku sungguh melakukannya,” jawabnya. “Jangan kamu lakukan itu. Sesungguhnya, matamu memiliki hak atasmu, tubuhmu dan juga keluargamu memiliki hak atasmu, maka shalatlah, tidurlah, dan berbukalah,” kata Rasulullah. (HR Bukhari).
Riwayat di atas adalah salah satu keistimewaan ajaran Islan yang menganjurkan kepada umatnya untuk selalu hidup ‘seimbang’. Seimbang antara ibadah dan bekerja, seimbang antara ruh dan raga, seimbang antara akal dan hati, dan sebagainya. Islam melarang umatnyaberlebìhan dalan membatasi gerak hidup (tafrith) sehingga mengharamkan kenikmatan-kenikmatan yang Allah telah menghalalkannya.
Keseimbangan Adalah Ruh dan Inti Islam. Atau kita melakukan sebaliknya. Terlalu longgar (ifrath), seakan-akan semua hukum adalah halal, sehingga bebuat sekehendak hati dan membolehkan secara cara. Islam adalah “Agama Fitrah” dan fitrah manusia adalah menginginkan keseimbangan. Dengan keseimbanganlah alam raya ini selalu berjalan teratur. “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah sesuatu yang tak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tak seimbang ?” (Al Mulk 67:3). Keseimbangan inilah yang menjadi ruh dan inti agama Islam.
Dalam Surah Al Jumuah ayat 9-10, Allah SWT menggambarkan bagaimana seharusnya seorang Muslim menyeimbangkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat orang-orang Mukmin dalam ayat tersebut adalah mereka yang ketika telah tiba saatnya ia beribadah, akan bergegas mengingat Allah dengan meninggalkan jual beli dan segala rutinitas duniawi. Namun, setelah usai menjalankan ibadah, mereka kembali menyebar ke penjuru bumi untuk mencari Karunia dan RezekiNYA, dan tidak lupa selalu berdzikir.
Mereka bersungguh-sungguh menyiapkan bekak untukt kehidupan akhirat (baqa), tetapi juga tidak melupakan kehidupan (tanggungjawab) kehidupan dunia (fana) yang sedang dijalani. Kepala menengadah ke langit, namun kaki mereka tetap berpijak ke bumi.
Dengan itu, Allah SWT menjamin keberuntungan bagi mereka. Beruntung dalam hidup di dunia dengan mendapatkan Karunia dan limpahan RezekiNYA. Dan, kelak di akhirat mendapatkan ganjaran berkahNYA di Surga. Amin. (jauhari ridhoni marzuq,sm)