Jakarta, (LINGGA POS) – Kementerian ESDM memastikan setelah 6 Mei, perusahaan tambang yang belum menyerahkan syarat sesuai dengan Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012, tidak boleh melakukan ekspor ke luar negeri. “Jadi tanggal 6 Mei 2012, mulai tanggal itu tidak boleh lagi perusahaan tambang melakukan ekspor,” tegas Menteri ESDM, Jero Wacik.
Jero menekankan peraturan yang sudah diterbitkan dari bulan Februari lalu, tidak untuk mematikan perusahaan tambang. Akan tetapi lebih kepada memberikan nilai tambah terhadap jenis tambang mineral yang didapatkan. Sampai saat ini baru ada 83 perusahaan tambang yang menyerahkan proposal ke kementerian ESDM. Angka tersebut jauh dari seluruh perusahaan tambang yang mencapai 400 perusahaan tambang diseluruh Indonesia.
Kata dia, perusahaan yang tidak memberikan proposal tidak menutup kegiatan tambangnya. “Bukannya nggak boleh nambang, tapi nggak boleh ekspor, kalau mau jual boleh ke dalam negeri saja,” ujarnya. Perusahaan baru boleh ekspor jika memenuhi syarat antara lain perusahaan itu harus mendapat sertifikat clear and clean dari Dirjen Minerba, harus bayar pajak dan PNBP-nya, harus menyerahkan rencana pengolahan dan pemurnian dalam negeri dan, harus tandatangan naskah pakta integritas.
Perusahaan Tambang Ogah
Menurut Memperindag Gita Wirjawan, keikutsertaan pengusaha tambang dalam Permen ESDN Nomor 7 Tahun 2012 sangat sedikit. “Sedikit sekali, ya kita usahalah, nikel dan bauksit hampir tidak ada yang berminat. Aluminal sudah ada. Itu proses pembuatan dari bauksit ke aluminal, tapi dari aluminal ke aluminium itu satu dua saja di Indonesia,” ujar Gita, di kantornya, Jakarta, Rabu (9/5).
Terkait dengan pembangunan smelter, dia berharap agar tidak dipersulit. Selain itu juga harus disediakan asupan listrik yang sangat memadai, karena untuk kapasitas 500-600 ribu ton, diperlukan 1.000-5.000 MW. Menurutnya, kebijakan seperti itu nantinya juga akan berujung pada keuntungan negara.
BK Ekspor Genjot Penerimaan Negara.
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo mengatakan, kebijakan terkait dengan pengenaan Bea Keluar (BK) atas pajak ekspor hasil tambang mentah akan berdampak besar terhadap penerimaan negara. Saat ini saja, nilai ekspornya, mencapai USD 8 miliar hingga USD 10 miliar. Sehingga nantinya dalam penerapan BK sebesar 20 persen dari angka sebelumnya akan menjadi milik negara.
“Saya rasa ekspor dari mineral itu, antara USD 10 miliar. Jadi angka itu yang akan kena BK, tentu mekanismenya nanti ada tindak lanjut dari Menperindag, Men ESDM, dan Menkeu sendiri,” kata Agus, dikantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, kemarin. (bs.c.)