TPI, (LINGGA POS) – KAWASAN situs kini
berupa tembok setinggi 3 meter. Ada
pula tembok setinggi 1 meter
sepanjang 1 kilometer terbuat dari
batu karang dan semacam batu candi.
Di sekitar situs hanya terdapat
pepohonan dan alang-alang serta tak
ada pemukiman penduduk. Situs ini
berjarak sekitar 150 meter dan dari
situs inilah akan beroperasi
pertambangan bauksit.
Kondisi ini terpantau dalan kegiatan
Arung Sejarah Bahari Ke-4 yang
dilaksanakan ketika menyusuri
berbagai situs peninggalan bersejarah
di Kota Tanjung Pinang, tahun 2009
lalu. Program Arung Sejarah Bahari
yang diikuti sekitar 100 mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi tersebut
diselenggarakan Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata dengan
Departemen Pendidikan Nasional.
Keberadaan perusahaan
pertambangan itu dianggap dapat
merusak situs arkeologi di sekitar
kawasan cagar budaya Istana Kota
Lama. Kawasan cagar budaya Istana
Kota Lama akan dikembangkan
sebagai kawasan wisata sejarah oleh
Pemeribtah Kota Tanjung Pinang. Ada
rencana untuk bisa membangun
kembali istana tersebut pada tahun
2009 ini.
Akan tetapi, pemugaran dan
pembangunan istana sampai sekarang
belum bisa dilakukan karena belum
ada data detailnya. Selain itu,
penggalian juga belum dilakukan
karena status lahan yang masih dimiliki
masyarakat.
Kepala Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Sumatera Barat, Kepulan
Riau an Riau menilai, bisa saja
dikawasan pertambangan bauksit yang
sedang dalam tahap persiapan itu
terdapat situs peninggalan Kerajaan
Melayu karena lokasinya cukup dekat
dengan situs Istana Kota Lama.
Menurut Abdul Kadir Ibrahim, Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Tanjung Pinang, Istana Kota Lama
merupakan pusat Kerajaan Johor
Pahang Lingga sekitar tahun 1673 di
hulu Sungai Riau (dulu Sungai Carang).
Lokasinya ada dilahan seluas 20
hektar-23 hektar. Namun, baru 10
hektar yang dibebaskan pemerintah
setempat.
Dalam rencana Pemko Tanjung Pinang,
situs itu akan menjadi obyek wisata
baru. Selain akan merekonstruksi
istana yang ditargetkan bisa selesai
tahun 2012, disana juga akan
dikembangkan sebagai kawasan wisata
hutan bakau.
Ketika mahasiswa mempertanyakan
mengapa perusahaan pertambangan
bisa diizinkan beroperasi di dekat
kawasan cagar budaya, Abdul
mengatakan, izinnya dari pemerintah
pusat. Berdasarkan informasi,
persiapan penggalian bauksit yang
diekspor ke Jepang untuk dipakai
membuat alumunium itu dilaksanakan
sejak pertengahan 2008.
Sementara itu Gubernur Kepri Ismeth
Abdullah ketika itu menegaskan,
kegiatan pertambangan tidak boleh
mengalahkan kepentingan kebudayaan
atau pariwisata. “Kebudayaan mesti
dinomorsatukan. Perusahaan itu mesti
dipindahkan,” kata Ismeth. Sementara,
Ketua Pusat Maklumat Kebudayaan
Melayu Pulau Penyengat, Raja Malik
Hafrizal kepada pers menyebutkan, izin
pertambangan itu harus ditinjau ulang
dan dicabut. Situs tersebut tidak boleh
rusak karena bukti sejarah yang
penting bagi Kepulauan Riau. (KM)