Dabo, (LINGGA POS) – Sastra Islam di Indonesia muncul pertama kali dalam bahasa Melayu pada abad ke-14 – 15 M, bersamaan dengan luasnya penyebaran agama ini di kepulauan Melayu. Awal kemunculan dalam bahasa Melayu tersebut karena bahasa inilah yang mula-mula sekali digunakan sebagai media penyebaran Islam dan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Derasnya proses islamisasi kepulauan Nusantara pada abad ke-16 M, membuat bahasa Melayu naik perannya menjadi bahasa keilmuan dan keagamaan terpenting di kawasan ini, dan karena itu pula memiliki kedudukan istimewa di tengah bahasa-bahasa etnik Nusantara yang lain. Begitu pula kesusastraannya. Walaupun pada abad-abad berikutnya karya-karya keislamannya juga muncul dalam bahasa Nusantara lain seperti Bugis, Sunda, dan Madura, namun karya-karya Melayu tetap memiliki kedudukan istimewa sebagai wadah ekspresi estetik Islam. Pada akhir abad ke-16 M, dan terutama sekali pada awal abad kd-17 M, ketika Islam telah tersebar luas ke hampir seluruh pelosok kepulauan ini, sastra Melayu mulai pula menapak puncak perkembangannya. Pada masa itu muncul tokoh-tokoh besar seperti Hamzah Fansuri, Bukhari al Jauhari, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin al Raniri dan tokoh lainnya. Pada umumnya adalah ulama dan akhli tasawuf terkemuka, yang juga giat menulis karya-karya keilmuan dan kitab agama. Pada masa keemasan ini berbagai genre yang membentuk keseluruhan tradisi sastra Melayu, muncul secara bersamaan. Suburnya kegiatan penulisan sastra pada abad tersebut didorong pula oleh pandangan Islam yang melihat alam semesta ini sebagai kitab agung yang ditulis oleh Allah SWT dengan kalamNYA di atas lembaran yang benar-benar terpelihara (lawh al mahfudz). Dalam kitabNYA itu sang Khaliq menebarkan ayat-ayat atau tanda-tanda keberadaanNYA yang wajib dibaca, direnungi, dan ditafsirkan oleh mereka yang terpelajar. Pada tahun 1928, bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa Nasional. Ini menjadikan sastra Melayu dapat melanjutkan eksistensinya hingga sekarang. Apa yang disebut sebagai sastra Indonesia modern tidak lain adalah kelanjutan dari sastra Melayu yang telah berkembang berabad-abad sebelumnya. Derasnya pengaruh Barat berlangsung sejak sastra baru ini muncul, memang kerap memberi kesan bahwa ia telah terpotong dari akarnya. Namun dalam kenyataannya, Islam dan tradisi estetiknya tetap memberikan pengaruh, yang bahkan semakin kuat pada dekade 1970an. Khususnya dengan munculnya gerakan sastra sufistik, yang berkembang bersamaan dengan bangkitnya kembali minat terhadap tasawuf di kalangan luas masyarakat Muslim kota dalam dekade yang sama. (kemilau melayu).
View Comments (1)
ilove indonesia