Dabo, (LINGGA POS) – Sastra Melayu klasik bermula pada abad ke-16 Masehi. Sejak itu sampai sekarang gaya bahasanya tidak berubah. Dokumen pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu klasik adalah berupa sepucuk surat dari Raja Ternate, Sultan Abu Hayat kepada Raja Joao III di Portugal pada tahun 1521 Masehi.
Kita kenal kemudian bentuk-bentuk sastra Melayu klasik seperti Gurindam, Hikayat, Karmina, Pantun, Seloka dan bentuk-bentuk sastra klasik lainnya yang tersebar kemudian di Nusantara.
Adapun kriteria dan bentuk gaya sastra klasik tersebut secara sederhana seperti berikut :
GURINDAM :
Adalah salah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan utuh. Baris pertama berisikan bermacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atat akibat dari permasalahan ataupun perjanjian pada baris pertamanya.
HIKAYAT :
Adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengikasahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat sang tokoh utamanya.
KARMINA :
Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan barisan kedua adalah isi (makna atau maksud, red) yang ingin disampaikan. Karmina memiliki pola sajak lurus (a – a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung.
PANTUN :
Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas empat baris bersajak (ab – ab) atau (aa – aa). Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna), sementara dua baris terakhir merupakan isi, sebagai tujuan dari pantun tersebut.
SELOKA :
Bentuk sastra tulisan Seloka ini berisikan pepatah maupun perumpamaan yang umumnya mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair. (kemilau melayu).