Kata Ulida, PNS yang dipidana dan telah berkekuatan hukum tetap, dapat dipecat tergantung ancaman hukumannya. PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dikenakan penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 tahun. “Kalau ancaman di atas 4 tahun, diberhentikan dengan tidak hormat, sementara di bawah 4 tahun bisa diberhentikan dengan hormat,” tambahnya.
Dalam pasal 9 PP Nomor 32 tahun 1979 disebutkan, PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila di pidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang adahubungan dengan jabatannya. “Bisa dilihat dalam amar putusan. Kalau kasus korupsi, biasanya ada hubungan dengan jabatannya,” jelasnya. – Berkenaan dengan adanya 7 mantan napi kasus korupsi di Pemkab Lingga, yang kembali dipercaya memegang jabatan Eselon II dan III, Ulid mengaku terkejut dan heran. Ia menilai itu sangat keliru. “Orangnya bisa dipecat, kok memegang jabatan. Bagaimana kepala dinas yang bermasalah dan bejat, bisa dipatuhi anak buahnya. Langkah ini keliru dan “ngaco”, katanya heran.
Dijelaskannya, gubernur, walikota dan bupati merupakan pejabat pembina karir kepegawaian. Mereka harus mematuhi dan memberi contoh penegakan aturan-aturan kepegawaian. “Bukan malah menabrak (peraturan), jadi kalau ada PNS yang dipidana tak dipecat dan malah diberikan jabatan. Itu bukan hanya masalah etika, tapi juga masalah profesionalisme. Harusnya menindak PNS yang bermasalah tersebut,” sebutnya. Ulida meminta, kalau ada dugaan penyimpangan masalah kepegawaian ini, bisa melaporkan ke BKN RI. “Laporanya tertulis, biar ditindaklanjuti segera. Siapa saja boleh lapor, termasuk lembaga sosial masyarakat (LSM). Tapi LSM yang terdaftar,” pungkasnya mengingatkan. (bp)