Berlin, (LINGGA POS) – Simposium Ketahanan Bumi ke-2 (2nd Earth Resilience Symposium) dikhususkan untuk membahas perlindungan iklim dan lingkungan, ketahanan pangan, ketahanan energi serta mitigasi bencana yang dihadapi dunia khususnya Indonesia dan berbagai cara antisipasi serta penanggulangannya. “Dalam kesempatan ini disampaikan gagasan cemerlang dari ilmuan-ilmuan Indonesia untuk masa depan,” sebut Ketua Panitia, Dr. Johny Setiawan. Berikut gagasan-gagasan yang telah dituangkan menjadi rekomendasi ilmuan Indonesia dari simposium yang berlangsung dua hari di Berlin, seperti disampaikan Co-Choir Victoria Lelu Sabon, dikutip dari detik.com, Senin (11/3) :
Ketahanan Pangan : Pemetaan pangan untuk komoditas unggulan maupun komoditas subsitusi sebagai solusi dalam program pengurangan ketergantungan pada beras dan pengembangan makanan alternatif. Mendorong pembuatan regulasi perundang-undangan tentang ketahanan pangan dengan mengatur secara jelas fungsi lembaga terkait, penanaman pendidikan nutrisi melalui Posyandu atau langsung oleh masyarakat.
Ketahanan Energi : Jangka menengah (5-10 tahun); transfer teknologi baru dan terbarukan, pembuatan peta distribusi energi, pembentukan tenaga energi baru dan terbarukan dan Corporate Sosial Responsibility/CSR (Tanggungjawab Sosial Masyarakat) yang fokus pada energi terbarukan untuk jangka panjang (20-25 tahun), antara lain Dewan Energi Nasional (DEN) yang optimal, penguatan mix-energy Indonesia 50 persen untuk energi terbarukan, regulasi komrehensif (UU, bukan hanya ditingkat Keppres).
Perlindungan Iklim : Usaha meningkatkan kesadaran publik terhadap perubahan iklim melalui misalnya pembuatan sumur biopori, mengkoordinasikan konsep REDD+ (Pengurangan Emisi Deforestasi dan Degradasi Hutan Plus) di daerah dan nasional, green economy yang berkarakter Indonesia. Juga usaha memasukkan unsur garis pangkal dan batas terluar zona maritim Indonesia ke dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) (Konvensi PBB tentang Hukum Laut, red).
Mitigasi Bencana : Upaya menanggulangi masalah gempa, mendorong pengiriman pelajar ke luar negeri guna belajar ilmu terkait penanganan bencana, fasilitas riset dan kerjasama dengan luar negeri. Edukasi mitigasi bencana langsung kepada komunitas lokal, skema proyek dengan pemerintah sebagai fasilisator langsung, dan kerjasama internasional untuk trauma kesehatan. “Semua paparan ilmiah yang dipresentasikan dalam simposium dikumpulkan menjadi buku dan diterbitkan Mei depan sempena 105 tahun Kebangkitan Nasional,” terang Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Berlin, Prof Dr. Agus Rubiyanto.
“Kegiatan ini salah satu cara Diaspora Indonesia untuk berkonstribusi. Diharapkan pemerintah bersedia menerima berbagai gagasan positif yang membangun, dari para Diaspora Indonesia di luar negeri,” sebut dr. Tik Tan, diasporawan Indonesia di Belanda. Senada dikatakan Wakil Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Sanusi Satar, yang mengapresiasi berbagai presentasi para ilmuan muda Indonesia tersebut guna membangun kerjasama bidan ketahanan bumi dengan berbagai negara. Lebih dari 35 karya ilmiah ditujukan membahas topik oleh Dispora Indonesia yang tinggal di Jerman, Inggris, Federasi Rusia, Perancis, Belanda, Australia, India, Australia, Republik Ceko, Austria dan sebagainya. Para cendikiawan dari Indonesia juga berpartisipasi dalam simposium yang terselenggara atas kerjasama KBRI Berlin, Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional, Pusat Teknologi Oseanografi dan Kelautan, Universitas Surya, Jaringan Diaspora Indonesia-Jerman, dan PPI Eropa. (es,dn)