(LINGGA POS) – 17 Agustus 2013, kembali rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekan Republik Indonesia yang ke-68 tahun. Namun, tahukah Anda dari mana asal-usul nama Indonesia? Dasar kata INDONESIA untuk pertama kalinya diketengahkan oleh G.W. Earl pada 1850, jadi 163 tahun yang lalu dalam majalah Journal of the India Archipelago and Eastern Asia. Earl adalah ahli ilmu bangsa-bangsa kelahiran Inggris. Adapun kata yang persis digunakan belum berbunyi Indonesia tetapi Indunesia, dibentuk dari dua perkataan Yunani ‘Indos’ dan ‘nesos’. Dengan mengambil contoh sebutan ‘Polynesia’ dia menggunakan sebutan Indunesian atau Melayunesian untuk menamakan unsur-unsur berkulit coklat dari penduduk yang mendiami Kepulauan Nusantara yang ketika itu lazim disebut Indian Archipelago atau Malayan Archipelago, namun ia lebih cenderung dengan sebutan ‘Malayunesia’ ketimbang ‘Indunesia’.
Kata yang disisihkan oleh penciptanya sendiri itu diambil alih oleh seorang ahli ilmu bangsa-bangsa lainnya yang juga berkebangsaan Inggris, J.R. Logan. Lewat tulisannya berjudul The Atnology of the Indian Archipelago, di majalah dan tahun penerbitan yang sama, dia memakai sebutan Indonesia sebagai sinonim Indian Archipelago. Sebutan ini menurut dia tidak hanya ditandai persamaan bahasa yang dipakai, namun juga unsur-unsur tertentu dari kebudayaan dan persamaan ras. Logan menganggap perlu mengetengahkan sebutan lainnya lagi seperti ‘Asia-nesia’ sebagai sebutan yang mencakup Indonesia, Melanesia, Mikronesia, dan Polynesia. Jadi bila Earl menempa kata Indonesia dalam ethnological, maka Logan menggunakan sebutan Indonesia dalam arti geografical murni yaitu mengenai gugusan kepulauan yang terletak di khatulistiwa. Menurut Logan, perkataan Melayu (nusa) yang berarti pulau, mungkin sama tuanya dengan perkataan Yunani ‘nesos’.
1877, sarjana Perancis E.T. Hamy, memakai sebutan Indonesia dalam arti etnological yang lebih spesifik lagi. Dalam karyanya berjudul Les Alfaourous de Gigolo, sebutan yang dimaksudkan untuk meliputi kelompok-kelompok alamiah tertentu dalam penduduk Melayu yang berdiam di gugusan kepulauan ini mengingat ‘Melayu’ sebagai kategori ras, jelas menunjukkan adanya pengaruh Mongool. Jadi sebutan Indonesia dipakai untuk menunjukkan bagian-bagian tertentu dari penduduk Melayu yang dianggap memang berasal dari kepulauan itu sendiri. 34 tahun sejak munculnya kata Indu-nesia, kata Indonesia dimantapkan oleh seorang sarjana Jerman, Adolf Bastian, yang oleh Prof. Wilken disebut sebagai raja dari sarjana ilmu bangsa-bangsa. Kata Indonesia dipakainya sebagian dari judul karyanya yang terbit pada 1884, berbunyi Indonesien onder die Inseln des malayischen Archipels. Dari judul tersebut jelas bahwa yang dimaksud Indonesien, tidak lain dari Kepulauan Nusantara kita ini. (Daoed Yoesoef, 1985). Mengingat otoritas Bastian di lingkungan masyarakat ilmiah ketika itu, sejak tulisannya beredar, sebutan Indonesia menjadi pengertian yang semakin dapat diterima dalam ilmu pengetahuan, terutama ilmu bangsa-bangsa dan ilmu bahasa. Ini pula yang menyebabkan mengapa Bastian dianggap sebagai ‘penemu’ kata dan sebutan Indonesia.
Ditolak. Sebagaimana lazimnya dalam dunia ilmu pengetahuan, yang tetap menolak sebutan Indonesia sesudah adanya penegasan dari Bastian. Brandes, dalam tesis doktoral 1884, mengaku adanya kebutuhan terhadap satu sebutan yang membingungkan dari sebutan Melayu, dari keluarga bahasa-bahasa Melayu-Polynesia. Namun dia tidak dapat memenuhi yang lebih baik dari sebutan ‘bagian barat’ sebagai pengganti sebutan Melayu itu sendiri. Di pihak lain, Veth dan Pijnapel, sarjana lainnya, ketika menerima jabatan guru besar dalam ilmu bahasa di Universitas Leiden 1877, menggunakan sebutan Kepulauan Hindia atau Melayu atau Hindia Timur padahal sebenarnya ada penalaran yang kuat bagi mereka untuk menerima sebutan yang sebelumnya diajukan oleh Logan, yaitu Indonesia. Sebaliknya, tokoh kesarjanaan lainnya yang mengikuti jejak Bastian juga cukup menonjol. Berturut-turut, 1885 Gabelentz tanpa ragu-ragu menyebut adanya keluarga bahasa Indonesia (Indonesische Taalfamilier). Prof. Kern, yang pernah bertindak sebagai promotor promosi doktor dari Brandes, menulis sebuah artikel pada 1889 yang membahas hubungan antara Hindia Belanda dengan Indonesia. Di pihak lain Snouck Hurgrinje berkali-kali menggunakan perkataan ‘orang-orang Indonesia (Indonesiers) dalam bukunya mengenai Orang-orang Atjehers (Aceh) pada 1894. (bersambung)