X

MENUNGGU TERBENTUKNYA KABUPATEN KEPULAUAN SINGKEP (KKS) Oleh JAYA KUSUMA AS.

Siapa yang tak kenal DOB, Daerah Otonomi Baru. Ini adalah hasil sebuah keniscayaan dari bergulirnya era reformasi di Republik ini dan itu di mulai pada 1998. Menyusul langkah DPR RI yang menyetujui sebanyak 65 DOB (baru) lagi, yang 19 diantaranya di Provinsi Papua, dan salah satunya di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yakni Kabupaten Kundur dengan kabupaten induknya Karimun. Namun, coba tengok dulu data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dari 207 DOB, 80 persen diantaranya berkinerja buruk. I Made Suwardi dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mengatakan, selama ini otonomi daerah (otda) menjadi DOB (hasil pemekaran wilayah) tak menunjukkan kondisi yang baik pasca dibentuk alias, tingkat kemiskinan masyarakat ‘terus meningkat’, dan 60 persen dari wilayah pemekaran baru itu tak memiliki pelayanan publik yang baik. Sebanyak 57 DOB periode 2007-2009 tak memiliki potensi bagus,” ujarnya. Faktanya, pemekaran jauh lebih banyak mudarat dari pada manfaat dan banyak memicu konflik horizontal bahkan menelan korban jiwa.

Sementara hasil riset Bank Dunia dan UGM pun menunjukkan fakta empiris betapa pemekaran wilayah justru menambah subur perilaku korupsi dan inefisiensi. Alih-alih membuat rakyat sejahtera, nyatanya lebih banyak memberikan kesempatan kepada elit di daerah untuk berkuasa dan menumpuk kekayaan dariUang negara (rakyat) itu sendiri. Ketua MPR RI, Sidharto Danusubroto menilai hasrat pemekaran daerah (otda) sudah menyimpang dari NKRI. Otda menyebabkan terjadinya berbagai penyimpangan. “Lihat saja, banyak kepala daerah (gubernur, bupati, walikota, red) dan pejabat memberikan izin kepada asing untuk mengeruk tambang kita. Sudah 309 kepala daerah terjerat korupsi. Apakah ini yang kita harapkan?” kata Sidharto. Justru lanjut dia, pelaksanaan otda telah menyebabkan sumber daya alam (SDA) kita dikuasai pihak asing, termasuk perbankan. Makin banyak DOB tidak sesuai dengan harapan founding father seperti dikatakan Bung Karno, perlunya pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia baru, bukan justru mendatangkan investor asing menjarah kekayaan (SDA) Indonesia. Otda, menurut dia, tidak mencerminkan sila ke-5 Pancasila yang mengedepankan rasa kebersamaan, keberagaman dan gotong royong.

Terkait pembahasan 65 DOB baru itu, Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan, pemerintah masih harus meneliti sejauh mana kesiapan teknis (daerah terkait) termasuk kemampuan keuangan dan serta batas-batas wilayahnya. “Kalau sudah diterima pemerintah maka akan dibicarakan secara internal, baru kemudian diteruskan ke pembahasan atau bisa juga pemerintah berpendapat bahwa belum dapat dilakukan pembahasan,” katanya.

MORATORIUM yang MANDUL. 

Seperti diketahui, pemerintah telah memberlakukan moratorium pemekaran daerah sejak 2010. Ini bertujuan agar desain penataan daerah baru bisa masuk menjadi salah satu pasal dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), yang nantinya akan dipakai sebagai acuan untuk semua usulan pemekaran. Hanya saja, menjadi dilema manakala parlemen sendiri ‘memberi peluang’ kepada elit daerah yang memang berniat melakukan praktik pemekaran wilayahnya dengan alasan itu adalah aspirasi demokratis daerah dan DPR sebagai wakil rakyat di Senayan menggunakan hak inisiatif mereka untuk membantu, seperti yang terjadi saat pembahasan 65 Rancangan Undang-Undang DOB dan berlanjut menjadi usulan inisiatif DPR sehingga pemberlakuan moratorium menjadi mandul. Walhasil, jika pemerintah kelak setuju dengan usulan 65 DOB baru, maka jumlah provinsi di Indonesia (saat ini 34 provinsi) akan bertambah menjadi 42 provinsi, dan kabupaten/kota (saat ini 508 kabupaten/kota) akan menjadi 565 kabupaten/kota! Ini belum termasuk usulan pemekaran otda lainnya yang sudah dan akan terus masuk di meja Kemendagri.

MASIH BISA MEMBATALKAN. 

Sesuai ketentuan, mestinya pemerintah berhak untuk membatalkan pembentukan DOB jika selama tiga kali evaluasi menunjukkan hasil yang buruk. Dengan catatan daerah tersebut akan digabungkan kembali dengan kabupaten induknya (Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007. Menurut

Categories: KEPRI LINGGA