Jakarta (LINGGA POS) – Program Beras Miskin (Raskin) yang telah berjalan selama kurun 15 tahun terakhir ternyata banyak menimbulkan persoalan. Hal ini membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan pemaparan dari hasil kajian lembaga anti rasuah itu kepada para menteri. KPK meminta program Raskin agar didesain ulang karena dinilai tidak memenuhi kriteria ‘6 T’. Adapun kriteria 6 T itu menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dihadapan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kepala Perum Bulog dan Deputi Perlindungan Sosial Kemenko Kesra, Chazali Husni Situmorang, adalah meliputi : tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga dan tepat administrasi. Indikator 6 T itu, seharusnya menjadi indikator adanya efektivitas program tersebut. “Kajian menemukan persoalan-persoalan misalnya, desain program Raskin selama ini tidak komprehensif, tidak efektif,” kata Busyro. Persoalan klasik program Raskin lanjutnya, adalah data penerima. Fakta bahwa data rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM), kurang melibatkan pemerintah daerah (pemda). Hal itu menjadi potensi ketidaksesuaian data dengan kondisi di lapangan. Muaranya jelas, RTS-PM tidak tepat sasaran. Masyarakat miskin yang seharusnya menerima Raskin, justru tidak menerima. Ujung-ujungnya kuota 15 kilogram (kg) per bulan per KK tidak terpenuhi, ditambah berbagai alasan di daerah ketika mendistribusikan beras tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Busyro mencatat, terjadi di berbagai daerah, misalnya seperti di Jatim, melakukan kebijakan bagi rata. “Warga yang berhak menerima hanya kebagian 5 kg beras dari 15 kg yang menjadi haknya. Atau beras yang seharusnya cukup dibeli dengan harga Rp1.600 per kg, ada yang dijual dengan harga lebih tinggi,” papar Busyro. Salah satu alasan karena biaya transportasinya dari titik distribusi (gudang Bulog, red) ke titik bagi (penerima). Akibatnya, petugas membebankan biaya itu ke dalam biaya tebus beras. Padahal, jelas hal itu melanggar Pedoman Umum Penyaluran Raskin 2013 yang menyebutkan biaya transportasi dari titik distribusi ke titik bagi menjadi tanggungan Pemda. Begitu juga dengan sistem distribusi yang seharusnya setiap bulan sekali kerap tak berjalan. Beberapa daerah ada yang memberikan empat bulan sekali. Ditemukan pula, adanya ketidakcocokan klaim pemerintah soal turunnya jumlah kemiskinan dengan makin tingginya anggaran program Raskin. Jika kemiskinan turun, harusnya subsidi beras turun. “Pada 2012, Rp19,37 triliun, lantas 2011 berjumlah Rp16,3 triliun untuk 17 juta RTS-PM,” papar Busyro.
KUALITAS BERAS.
Kualitas beras Raskin menjadi persoalan tersendiri. Kualitas beras turun karena infrastruktur penyimpanan beras yang terbatas sehingga akhirnya beras yang diterima tidak sesuai standar, berbau apek, berkutu hingga berwarna kuning dan tak layak kosumsi. Karena itu KPK menyampaikan tiga rekomendasi terkait program Raskin, yakni : perlu review kebijakan raskin secara komprehensif; perbaikan mekanisme subsidi dengan melibatkan pengawasan; dan memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian program subsidi Raskin. Meski pun, menurut Busyro apa yang disampaikan KPK masih berupa kajian dan indikasi saja. Hingga saat ada pergantian kepemimpinan nasional, dia memastikan pengawasan raskin akan menjadi prioritas. (jk,bs)