Jakarta (LINGGA POS) – Jual beli suara untuk memenangkan parpol dan caleg pada pemilu bukanlah hal baru. Praktik curang itu ternyata sudah dilakukan pada pemilu-pemilu sebelumnya. Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Veri Junaidi mengungkap, praktik jual beli suara dipastikan melibatkan beberapa pihak, antara lain Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), caleg bahkan parpol. “Kasus jual beli suara tidak hanya melibatkan satu aktor, tapi banyak pihak,” ujar Veri dikutip dari Sindonews, Senin (7/4). Menurut dia, praktik itu dapat dilakukan dengan beberapa modus. Misalnya, petugas KPPS melakukan rekayasa dengan menulis hasil penghitungan suara yang berbeda antara kertas C1 plano pada papan rekapitulasi dan formulir C1 di tempat pemungutan suara (TPS). “Modusnya, petugas KPPS secara sengaja menambahkan angka di depan atau di belakang jumlah suara,” kata Veri. Apalagi lanjutnya, biasanya saksi-saksi di TPS malas untuk mencermati proses penyalinan hasil penghitungan suara di formulir C1 tersebut. “Saksi biasanya malas, jadi asal tanda tangan saja,” tambah Veri. Kecurangan lainnya, petugas KPPS menulis hasil penghitungan suara dengan menggunakan pensil. Modus tersebut dilakukan agar petugas nantinya dengan mudah mengubah hasil penghitungan suara. Karena itu, saksi seharusnya memastikan hasil akhir penghitungansuara ditulis dengan menggunakan pulpen. Kalau dengan pensil harus ditolak,” himbaunya.
KETERLIBATAN PETUGAS KPU.
Dugaan kecurangan pada pemilu mencuat menyusul pernyataan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiqqie yang mengaku menerima laporan adanya jual beli suara itu. Ada beberapa petugas KPU yang disinyalir menawarkan jasa jual beli suara kepada caleg. “Laporan ini (jasa jual beli suara) kita terima. Ada tiga parpol yang bicara pada kami. Saya yakinkan ini gejala sporadis, bukan umum,”kata Jimly di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta, Senin kemarin. Bawaslu sendiri mengaku sudah sejak lama mencium adanya indikasi yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tersebut. Namun, Bawaslu belum dapat menindak karena membutuhkan bukti-bukti yang kuat. “Bawaslu sudah sejak lama mencium gelagat itu,” ujar anggota Bawaslu, Daniel Zuchron. Pihaknya, akan menindak pelaku jual beli suara jika sudah mendapatkan bukti-bukti dan saksi yang mengetahui praktik tersebut. “Praktik ini bersifat laten seperti ‘black market’, kami perlu mendalami informasi, saksi-saksi dan bukti,” tandas Daniel. (ad/snc)