Jakarta (LINGGA POS) – Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) sudah disahkan pada 2 Oktober 2014 sebagai pengganti UU Nomor 32 tahun 2004. Pasal 65 ayat 1 UU tersebut menyatakan bahwa untuk wakil kepala daerah tidak lagi dipilih secara paket bersama kepala daerah. Pada Pasal 65 ayat 2 UU Pemda juga menyatakan memberi wewenang kepada kepala daerah untuk mengambil kebijakan khusus apabila terjadi kondisi darurat (emergency) di daerah. “Kepala daerah diberikan wewenang mengambil kebijakan tertentu saat kondisi darurat dan mendesak bagi kepentingan masyarakat. Ini wewenang yang diamanatkan dalam UU tersebut,” kata Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan.
Adapun untuk posisi wakilnya menjadi wewenang kepala daerah yang terpilih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sehingga, kepala daerah akan dipilih tunggal tanpa ada wakilnya (mono eksekutif). “Jadi nanti wakilnya dilantik dan diambil sumpah oleh kepala daerah. Tidak ada paket-paketan, supaya tidak ada lagi ‘pecah kongsi’,” imbuh Djohermansyah.
Hanya saja, lanjut dia, UU Pemda yang baru tidak berlaku surut, alias bagi daerah yang wakil kepala daerahnya kosong saat ini, peraturan yang lama masih berlaku dengan mekanisme melalui pengusulan oleh partai pengusung atau 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara.
YANG JADI TERSANGKA TAK BOLEH.
UU Pemda yang baru ini juga mengamanatkan bagi kepala daerah tersangkut kasus hukum (ditangkap/jadi tersangka) tidak diperbolehkan menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai kepala daerah. Kemendagri yang akan menetapkan pelaksana tugasnya (Plt) agar roda pemerintahan dan pelayanan masyarakat tetap berjalan normal. Dan kepala daerahnya akan diberhentikan dari jabatannya apabila sudah berstatus terpidana dengan hukuman pengadilan yang sudah berketetapan hukum tetap. (arn,af,kc)