Jakarta (LINGGA POS) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan, tidak ada relaksasi ekspor bagi komoditas bauksit mentah maupun olahan. Hanya bauksit hasil pemurnian saja yang diizinkan ekspor. Hal itu disampaikan Sudirman menanggapi pertanyaan dari anggota Komisi VII DPR RI terkait pernyataan Ketua Tim Penelaah Pembangunan Smelter Nasional, Kementerian ESDM said Didu, mengenai wacana relaksasi ekspor bauksit. “Sikap kami sejauh ini konsisten ke hilirisasi kuat. Itu (pernyataan Said Didu) hanya sebatas wacana,” kata Sudirman dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (8/4). Dia menuturkan, wacana itu muncul lantaran ingin mengakomodasi sejumlah aspirasi terkait mandeknya pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) bauksit. Ia menegaskan, tak akan merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 01 tahun 2014 yang lampirannya berisi jenis mineral hasil olahan dan pemurnian yang diizinkan untuk diekspor.
Secara terpisah, Ketua Working Grup Kebijakan Pertambangan Perhapi (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia) Budi Santoso menyebv pemberian izin ekspor komoditas bauksit tidak relevan dalam membantu pendanaan pembangunan smelter karena membangun smelter bauksit membutuhkan anggaran berkisar US$ 500 juta hingga US$ 2 miliar. Menurutnya, keuntungan penjualan bauksit ke luar negeri tidak cukup untuk menutup kekurangan dana bagi smelter yang terhenti pembangunannya. Keuntungan pengusaha berkisar US$ 5 hingga US$ 10 per ton. “Dalam setahun mengekspor sekitar 1 juta – 2 juta ton, maka keuntungan yang didapat sekitar US$ 20 juta,” kata Budi. Kran ekspor bauksit yang dibuka kembali bukan semata-mata karena ada smelter yang mandek pembangunannya, tetapi pemerintah juga menginginkan penambahan penerimaan negara dari sektor pertambangan tertentu komoditas mineral. “Menurut saya ada alasan bagi pemerintah karena difisit perdagangan Minerba hampis 60 persen kontribusi ekspor sebelum adanya pembatasan ekspor,” ujarnya. (ph,rap/dnc)