(LINGGA POS) – Peringata Isra’ Mi’raj tidak asing lagi bagi kita. Peristiwa ini terjadi pada diri Nabi Muhammad SAW. Beliau berada di Mekah dan diperjalanan-malamkan oleh Allah SWT. Ini yang perlu digarisbawahi terlebih dahulu. Baginda diperjalanan-malamkan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu dari sana ke Sidratul Muntaha dalam waktu yang amat singkat. Itu karenanya ada riwayat yang mengatakan bahwa usai dari perjalanan tersebut tempat semula Nabi beranjak masih terasa hangat. Kalau dikatakan perjalanan dari Mekah – Palestina dapat ditempuh oleh siapapun walaupun memakan waktu yang lama, namun perjalanan dari Masjidil Aqsa – Sidratul Muntaha, sampai saat ini belum ada yang berhasil ke sana. Yang berhasil melampaui angkasa luar memang ada, namun itu dengan menggunakan alat buatan manusia. Pertanyaannya adalah, apakah perjalanan itu dialami oleh Baginda Nabi dalam keadaan sadar atau jangan-jangan ia hanya sekedar mimpi? Karena tidak dapat dipungkiri ada yang beranggapan demikian Sekarang mari kita lihat, kita jadikan titik tolak pembicaraan ini melalui pendekatan Al Quran, sumbernya, Al Quran telah memerintahkan untuk ditadabburi, difahami dan diteliti kandungan maupun pesan-pesannya. Al Quran telah memberikan isyarat-isyarat . Susunan Al Quran biasanya surah terdahulu menjadi muqadimah (pengantar) untuk surah selanjutnya. Surah Al Fatihah menjadi pengantar untuk surah Al Baqarah, Al Baqarah pengantar untuk surah Ali Imran dan seterusnya sehingga surah Al Nahl, yang merupakan pengantar surah Al Isra’. Sebelum itu perlu diketahui bahwa surah Al Nahl (lebah), yakni sebagai makhluk yang istimewa dan ajaib. Yang dimakan dan dihasilkannya adalah yang baik-baik (bermanfaat), ia tidak mengganggu kecuali jika diganggu. Bahkan sengatannya bisa dijadikan obat, koloninya itu bisa hingga 80 ribu dengan rumahnya persegi enam, semuanya efisien, ada bahasanya yaitu tarian. Surah Al Nahl ini menggambarkan betapa istimewanya ciptaan Allah. Sedangkan surah Al Isra’ menggambarkan perbuatannya (makhluk manusia) yang istimewa, yaitu Rasulullah SAW. Karena surah Al Nahl dijadikan pengantar surah Al Isra’ maka diawal surah Al Nahl itu dikatakan, “Telah datang keterangan Allah (hari kiamat), maka janganlah minta cepat-cepat untuk didatangkan”. Sepintas, redaksi ini menimbulkan sebuah tanda tanya, yaitu mengapa ketika sudah datang, ia dilarang minta cepat-cepat didatangkan? Mestinya logika kita memahaminya, bakal atau akan datang, maka jangan minta cepat-cepat didatangkan. Jadi apa yang dilogikan itu barulah jelas dan difahami maksudnya. Kalaulah redaksi telah datang, maka jangan minta cepat-cepat didatangkan tadi menunjukkan sesuatu, masa ataupun waktu yang tidak logis bagi manusia, tapi ia tidaklah mustahiil bagi Tuhan. Hal itu dapat menyadarkan sekaligus mengingatkan bahwa logika manusia tak dapat disamakan dengan kuasa Tuhan. Itu karena seperti aktivitas manusia maupun segala sesuatu tidak dapat dipisahkan dari waktu. Lemparan bola memerlukan waktu sampai ke suatu tempat, suara manusia lebih cepat sampainya ketimbang lemparan bola dan begitu pula dengan cahaya yang lebih cepat waktu sampainya dari pada suara manusia. Walaupun segala sesuamemerlukan waktu dan ada unsur-unsur relativitasnya, namun ada wujud atau zat yang tidak memerlukan waktu, yaitu Allah SWT. Waktu dulu, sekarang, yang akan datang, bagi Dia adalah sama. Dia tidak memerlukan waktu untuk menciptakan sesuatu (QS Al Nahl : 40). Begitu juga apa yang terjadi pada diri Nabi SAW menyangkut Isra’ Mi’raj. Perjalanan itu bukanlah perjalanan Nabi, karena perbuatan atau perjalanan Baginda memerlukan waktu menempuhnya, tapi ia diperjalanan-malamkan. Oleh sebab itu, boleh jadi ada ciptaanNYA yang bisa menempuh jarak yang begitu jauh dengan cepat dan dalam waktu yang amat singkat — yang nalar manusia sangat terbatas untuk menjangkau — dan mengetahui ciptaanNYA (QS Al Nahl : 8). Dikarenakan perjalanan Isra’ Mi’raj yang terjadi pada diri Nabi ini membuat logika manusia tidak semuanya membenarkan peristiwa tersebut, maka diakhir surah Al Nahl Allah SWT mengingatkan, “(Hai Muhammad), kamu nanti bakal menghadapi berbagai macam pendapata, maka bersabarlah, janganlah kamu bersedih hati atas peningkaran orang-orang”.(QS Al Nahl : 127). Ayat ini mengindentifikasikan perjalanan Isra’ Mi’raj tak mustahil jia diingkari kebenarannya, terutama bagi yang menyikapinya dengan logika dan nalar semata. (rahmat hidayah zakaria/hc)u