Daik, LP(20/4) – Dari berita yang dilansir salah satu koran terbitan lokal bahwa dalam estimasi Program dan Kegiatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas dan Platform Anggaran Sementara (PPAS) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri Tahun Anggaran 2011, Biro Perlengkapan Kepri menganggarkan sekitar Rp 4 miliar untuk pengadaan meubelair dan interior kantor. Berapa alokasi dana untuk warga miskin? Ternyata Dinas Sosial Kepri hanya menganggarkan sekitar Rp 1,3 miliar! Ditengah keterpurukan masalah kesejahteraan warga, khususnya Kepri saat ini, kesenjangan untuk menentukan kebijakan anggaran bagi warga (baca: rakyat) nampak semakin melebar.
Kita ketahui, dari data BPS jumlah penduduk miskin di Kepri pada tahun 2010 mencapai 18,51 persen dari jumlah penduduk total di Kepri 1,6 juta jiwa. Pada skala nasional dari catatan LINGGA POS penduduk miskin di Indonesia mencapai pada angka 13,33 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 31,02 juta dari jumlah 238 juta penduduk Indonesia. Kita lihat lagi misalnya dalam dokumen APBD Kota Batam 2011. Untuk biaya rumah tangga dan uang makan Walikota dan Wakil Walikotanya mencapai Rp 2,7 miliar. Fantastis, jika dibandingkan dengan kondisi warga Batam yang masih ribuan menghuni rumah-rumah liar (ruli) berdinding kardus bekas, tanpa listrik, air bersih, pendapatan yang tak pasti, pengangguran dan entah apa lagi.
Kenyataan ini membuat kita miris dan semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin, wakil rakyat atau penguasa negeri di mana kepada merekalah sebenarnya kita berharap memberikan perlindungan karena kitalah yang telah memberikan mereka tempat terhormat dan kekuasaan untuk mensejahterakan rakyat yang telah diamanahkan. Kembali pada alokasi dana untuk warga miskin di awal tulisan ini, dari jumlah Rp 1,3 miliar itu masih di bagi lagi yakni untuk pemberdayaan warga miskin Rp 350 juta, pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) Rp 500 juta dan untuk pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE) warga miskin sekitar Rp 450 juta. Di sini tergambar jelas para penguasa negeri ini lebih mengedepankan pencitraan diri, lebih pada “entertainment” semata tanpa ada kesadaran dan berpijak pada nurani.
Tak dapat dipungkiri, sesuai laporan UNDP terbaru, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih di angka 0,6 berada diperingkat 108 dari 169 negara. Ini jauh tertinggal dari negara tetangga Singapura, Brunai, Malaysia, Thailand bahkan Filipina. Kita ketahui, ukuran keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa justru di lihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan rakyat serta pendidikan anak bangsa. (jayakusuma,bp,km)