Dabo, LP (29/10) – Pemprov Kepri membantah memprovokasi masyarakat dan mahasiswa membongkar patok batas wilayh yang dibuat pemerintah Tanjung Jabung Timur, Jambi di Pulau Berhala pada Selasa pekan ini. “Tidak ada provokasi dari Pemprov Kepri, itu adalah spontanitas warga dan mahasiswa yang tidak terima ada tanda wilayah kabupaten lain di Pulau Berhala,” kata Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Kepri, Doli Boniara di Tanjungpinang, Kamis (27/10). Doli mengatakan, aksi spontan masyarakat dan mahasiswa yang marah itu juga menandakan langkah yang diambil Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dengan menertibkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 44/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Berhala tidak tepat. Penanda wilayah milik Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang dirusak warga dan mahasiswa terletak setelah pintu gerbang dan dermaga yang dibuat pada zaman pemerintahan Kabupaten Kepri, Provinsi Riau.
Penanda berbentuk tugu dari beton dan besi yang bertuliskan wilayah itu adalah masuk Kabupate Tanjung Jabung Timur disebut warga dibangun Pemkab Tanjung Jabung Timur pada tahun 2010. Doli juga menyebut, kunjungan Gubernur Kepri Muhammad Sani beserta Wakil Gubernur Soerya Respationo ke Pulau Berhala karena pulau itu merupakan wilayah Kabupaten Lingga berdasarkan UU Nomor 31/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga, serta menjalankan amanatnya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri.
“Kunjungan itu juga sudah diberitahukan sehari sebelumya kepada Mendagri, bahkan saat di Pulau Berhala Gubernur Kepri Muhammad Sani menelepon langsung Mendagri Gamawan Fauzi usai meresmikan tower/BTS milik Indosat,” kata Doli. Kunjungan Selasa (25/10) itu juga diikuti oleh Ketua DPRD Kepri Nur Syafriadi, Kapolda Kepri Brigjen Pol R Budi Winarso, dan lantamal IV/Tanjungpinang Laksamana Pertama TNI Darwanto, Kajati Kepri Adi Togarisman, dan lanud Tanjungpinang Letkol Pnb M Jusuf Hanafi, Danrem 033/Wira Pratama yang diwakili Kasrem Letkol Inf M Bayu Haritomo. Sementara itu, Wakil Gubernur Kepri Soerya Respationo saat berkunjung ke Pulau Berhala mengatakan Permendagri Nomor 44/2011 ibarat petir disiang bolong karena tanpa melibatkan pihak yang bersengketa. “Selain ibarat petir di siang bolong, Permendagri itu juga melabrak UU Nomor 31/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga” tegas Soerya.
Wakil Gubernur juga menganggap Mendagri ceroboh dan sepihak dalam mengeluarkan Permendagri 44/2011.”Tanpa perhitungan yang matang dan ceroboh,” katanya Soerya. Salah seorang warga Pulau Berhala, Musiah (57) menolak bergabung dengan Jambi karena lebih mencintai Lingga, Provinsi Kepri.”Tidak,kami tidak akan bergabung dengan Jambi,” kata Musiah. Wanita yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di pulau yang memiliki pasir putih dan panorama alam yang indah itu mengatakan pertama tinggal bersama tiga kepala keluarga hingga saat ini sudah mencapai puluhan kk. “Dulu masih semak tempat kami ini tinggal, sekarang sudah dibangun oleh pemerintah Riau dan Kepri,” kata ibu empat orang anak itu. Warga jambi yang tinggal di Pulau Berhala, menurut dia, baru datng pad awal tahun 2000 saat ada transmigrasi lokal dari Pemerintah Jambi.”Itu tempat mereka tinggal, sekarang hanya tiga kepala keluarga yang masih menetapa, sementara puluhan kk lannya sudah balik ke Jambi karena tidak tahan,” kata Musiah menunjuk perumahan warga Jambi yang sudah ditumbuhi semak dan tidak terawat. (arn)