Sambungan … 2011: di Antara Mesin Waktu dan Puisi Amir Hamzah
LP(15/12) – Selain kembali ke masa silam, manusia juga punya rasa ingin tahu yang amat besar terhadap masa depan. Dengan demikian pesona masa lalu sama besar sebenarnya dengan masa depan. Jika untuk masa lalu ilmuan punya teknik merekonstruksi, untuk masa depan, seringkali orang cuma bisa mereka-reka atau berfantasi, meski para ahli astrofisika misalnya, telah memiliki gambaran gamblang mengenai apa yang bakal terjadi dengan matahari, dan dengan itu juga apa yang dialami oleh Bumi 4,5 tahun dari sekarang.
Mesin Waktu. Tentu saja orang membutuhkan apa yang disebut “mesin waktu” agar bisa pergi ke masa depan atau ke masa lalu. Seperti tergambar dalam novel fiksi ilmiah karya HG Wells, The Time Machine, yang terbit pada 1895, dan kemudian ke dalam sedikitnya dua film teatrikal dengan judul yang sama. Mesin waktu, istilah yang dicetuskan HG Wells, kini diterima secara universal untuk menyebut mesin yang bisa mengantar manusia mengembara menuju ke satu waktu tertentu, dan dengan selektif. Selain Wells, Peter Bollinger juga dikenal sebagai penulis fiksi ilmiah dengan tema sejenis. Meski tak dianggap serius dalam ilmu fisika, mesin waktu ternyata dapat diketahui secara ilmiah. Dalam tulisannya di majalah Scientific American, September 2002, Paul Davies mengatakan, membangun mesin waktu “tidak akan mudah, tetapi mungkin”. Secara teori, Teori Relativitas Albert Einstein, yang memunculkan apa yang disebut Paradoks Si Kembar, menjadi bekal awal. Kisah Sally dan Sam yang lahir pada tanggal yang sama, dengan perjalanan waktu bisa bertemu lagi dengan usia yang berbeda setelah Sally mengembara ke sebuah bintang dengan roket berkecepatan amat tinggi, sementara Sam tinggal di rumah saja.
Kini ilmuwan telah punya banyak teori untuk perjalanan waktu, antara lain melalui apa yang disebut dengan “jembatan cacing”, yang dalam fiksi ilmiah sering disebut sebagai “gerbang bintang” atau Stargate. Dengan melibatkan puncak-puncak ilmu fisika dan matematika, yang menghasilkan seperti String Theory atau perluasannya, yang dikenal sebagai M-Theory, setidaknya pikiran manusia telah bisa melanglang tidak saja ke tempat jauh, tetapi juga ke ide paling pelik (arcane) sekalipun. Di tahun 2012, yang semakin tua, satu refleksi yang dapat dipetik adalah : Lalu waktu-bukan giliranku, seperti kata Amir Hamzah. Tapi kalau pikiran kita semakin tenggelam dalam kubangan alam pragmatisme dan materialisme, bisa dipastikan ide-ide mesin waktu tak akan pernah singgah di sini. (ninok leksono)