Daik, LP(22/12) – Menurut catatan sejarah, Sultan-Sultan yang mewarisi wilayah takluk kerajaan Melaka ini berasal dari keturunan Raja Iskandar Zulkarnain, yang warisannya berasal dari Bukit Siguntang, Pulau Sumatera. Para putra raja Bukit Siguntang inilah pada mulanya yang kekuasaanya merambah sampai ke Melaka.
Wallahualam. Puncaknya ialah berdirinya kerajaan Johor-Riau-Lingga yang membawahi negeri-negeri seperti Johor (termasuk Temasek/Singapura, Rembau, Selangor, Manjong, Beruas, Perak, Pahang, Riau Kepulauan dan Lingga). Kesultanan Johor ini pada mulanya merupakan bagian dari kesultanan Melaka yang bermula pada tahun 1401 yang pecah setelah mangkatnya Sultan Mahmud Shah. Kerajaan Riau-Lingga adalah sebuah kerajaan Islam, yang pada awalnya merupakan kerajaan Melaka yang kemudian menjadi kerajaan Johor-Riau-Lingga. Sampai akhirnya pihak kolonial Inggeris dan Belanda pada tahun 1824, membuat kesepakatan dengan membagi kerajaan Johor menjadi dua bagian pemerintahan yakni kerajaan Johor di bawah kekuasaan Inggeris sedangkan kerajaan Riau-Lingga di bawah kekuasaan Belanda (VOC).
Kesultanan Johor-Riau-Lingga didirikan oleh Sultan Mahmud Shah yang merupakan Sultan Melaka yang terakhir bersama putranya Sultan Alaudin Riayat Shah II pada tahun 1528. Kerajaan ini sendiri sebelumnya adalah merupakan bagian jajahan kesultanan Melaka yang runtuh karena invasi Portugis pada tahun 1511. Kekuasaan kesultanan Riau-Lingga bertahan kurang lebih selama satu abad, dikarenakan konspirasi penjajah Inggeris dan Belanda disamping terjadinya berbagai intrik di dalan kerajaan itu sendiri. Betapa pun, kecemerlangan dan kejayaan kesultanan Riau-Lingga telah memberikan peranan yang cukup besar dalam tataran sejarah bumi Nusantara.
Pada masa inilah lahir tokoh-tokoh intelektual salah satunya yang paling terkenal yaitu Raja Ali Haji (1809-1873), seorang ahli bahasa Melayu, ahli sejarah, pujangga dan tokoh agama Islam yang menetap di Pulau Penyengat Inderasakti (saat itu menjadi pusat Kerajaan Riau-Lingga). Diantara hasil karyanya adalah kitab Tuhfat al-Nafis, Silsilah Melayu dan Bugis, dan yang paling monumental Gurindam 12. Dari sinilah kemudian bahasa Melayu menjadi bahasa yang dipakai dibanyak wilayah antar bangsa masa itu, sehingga dalam perkembangannya kemudian menjadi bahasa persatuan Indonesia. Raja Ali Haji juga mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia.
Pada tahun 1811 Sultan Mahmud Shah III, yang merupakan Sultan Johor ke 16, mangkat di Lingga dengan tanpa mewariskan tahtanya. Maka timbullah perpecahan tentang siapa yang layak menggantikan almarhum.
Situasi ini tentu saja segera dimanfaatkan oleh Belanda dan Inggeris. Keduanya sepakat memberi dukungan kepada orang pilihannya masing-masing. Inggris menunjuk putra sulung Sultan Mahmud Shah bernama Tengku Husin (Tengku Long), sementara Belanda menunjuk Tengku Abdul Rahman, yang adalah adik tiri Tengku Husin sendiri. Selanjutnya pada tahun 1824, Inggeris justru membagi kesultanan Johor menjadi dua bagian pemerintahan, yakni kerajaan Johor dibawah kekuasaan Inggeris sementara kesultanan Riau-Lingga di bawah kekuasaan Belanda. Sultan Abdul Rahmam Muadzam Shah dengan demikian dilantik Belanda menjadi Sultan pertama untuk kerajaan Riau-Lingga dan Inggeris melantik Tengku Long sebagai Sultan Johor. Dari sinilah kemudian bermulanya era pemerintahan kesultanan Riau-Lingga.
Dalam perjalanan waktu selanjutnya, Sultan Abdul Rahman Muadzam Shah II bin Almarhum Raja Muhammad Yusuf al Mahdi (1885-1911) adalah merupakan Sultan Riau-Lingga yang terakhir. Sultan mendapat dukungan penuh dari ibundanya Tengku Fatimah dan ayahandanya YPM Muhammad Yusuf al Mahdi. Sultan menjalankan roda pemerintahannya tanpa mau berkonperemi dan didekte Belanda. Hal ini tentu saja membuat Belanda berang. Apalagi kemudian Sultan menyatukan kekuasaanya dengan menolak dibayang-bayangi Yang di Pertuan Muda dari kalangan kaum bangsawan Bugis. Demi mempertahankam marwah sebagai seorang Raja Melayu dan berkokoh tidak mau didikte Belanda, Sultan kemudian berhijrah dari Pulau Penyengat ke Temasek (Singapura). Hal mana kemudian sang penjajah Belanda yang ingin menguasai secara utuh bumi Nusantara, dengan kekuasaannya masa itu segera menghapus imperium Kerajaan Riau-Lingga secara in-absentia. Itu terjadi pada tanggal 3 Februari 1911. (jk,kemilau melayu)