Batam,LP(21/2) – Anggota DPD RI asal Kepri, Aida Ismeth menilai Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) yang diberikan pemerintah pusau ke Kepri
masi minim. Belum ada transparansi dari pemerintah terkait pembagian DBH tersebut. Karenanya dia menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kenaikan DBH Migas hingga 15,5 persen dari potensi keseluruhan secara nasional. “DBH Migas yang diberikan pemerintah pusat ke daerah (Kepri,red) masih sangat minim dan belum ada transparansi dari pemerintah terkait pembagian DBH tersebut,” ungkap Aida ditemui di Bandara Hang Nadim, Batam, Minggu (19/2).
Selama ini menurut dia, pemerintah pusat selalu beralasan demi pemerataan ke daerah-daerah lainnya dalam pembagian DBH Migas. Namun seharusnya, alasan itu tidak sampai mengorbankan hak daerah penghasil, yang seharusnya mendapat bagian yang lebih proporsional. Tahun lalu, Provinsi Kepri mendapatkan DBH yang dinilainya masih rendah, jauh dari 15 persen, itupun tidak jelas. Padahal Kepri merupakan salah satu daerah penghasil migas terbesas di Indonesia. “DBH Migas ini akan terus kita perjuangkan, agar daerah penghasil mendapatkan haknya lebih adil,” imbuhnya.
Aida belum melihat hasil nyata yang optimal dari pengucuran DBH Migas ke daerah. Sementara dana selalu diluncurkan, yang diklaim pemerintah secara merata. “Perlu kontrol yang ketat dari pusat, takutnya dana sudah dikucurkan tapi hasil pembangunan tidak ada,” tambahnya.
Minimnya DBH Migas dari pemerintah pusat ke daerah ini juga dinyatakan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, yang juga dari Kepri, Harry Azhar Aziz. Kepri hanya mendapat DBH Migas sebesar Rp1,2 triliun. Padahal, sumber pendapatan Migas dari Kepri mencapai Rp40 triliun, sementara target pendapatan Migas secara nasional mencapai Rp100 triliun. Meningka dibanding tahun lalu yang hanya Rp83,5 triliun. “Artinya, 10 persen saja dari hasil tersebut tak sampai. Ini harus diperjuangkan agar penerimaan DBH Migas Kepri terus meningkat,” kata Harry yang dihubungi via telepon,
Minggu (19/2).
Dijelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pembagian DBH tersebut belum memenuhi unsur, sebab dalam Undang-Undang tersebut, diamanatkan daerah penghasil berhak atas 15,5 persen darg total DBH secara maksimal. Soal hasil pemerataan DBH Migas, dia berharap ada rumus yang jelas. Pemerintah daerah (Kepri,red) juga bisa membuat Perda tersendiri atau membuat usulan perubahan Undang-Undang yang mengatur skema pembagian DBH Migas di Indonesia. (ph,wan/hk)